Geologi Regionnl Bayat
KONDISI GEOLOGI REGIONAL
1. Kondisi Umum Kecamatan Bayat
Lokasi daerah Bayat berada kurang
lebih 25 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Secara umum fisiografi Bayat
dibagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah di sebelah utara Kampus Lapangan
terutama di sisi utara jala raya Kecamatan Wedi yang disebut sebagai area
Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area di sebelah selatan Kampus Lapangan
yang merupakan wilayah Pegunungan Selatan (Southern Mountains).
2 Kondisi Geomorfologi
2.1 Perbukitan Jiwo
Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari
batuan Pre-Tertiary dan Tertiary di sekitar endapan Quartenary,
terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang berasal dari G.
Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 m di
atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu perbukitan
rendah.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi
dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo Timur yang keduanya dipisahkan oleh
Sungai Dengkeng secara antecedent. Sungai Dengkeng sendiri mengalir
mengitari komplek Jiwo Barat, semula mengalir ke arah South-Southwest,
berbelok ke arah East kemudian ke North memotong perbukitan
dan selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai Dengkeng ini merupakan
pengering utama dari dataran rendah di sekitar Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2.
Pembagian fisiografi daerah Bayat di mana Perbukitan Jiwo Barat dan Timur
dipisahkan oleh Sungai Dengkeng
Dataran rendah ini semula
merupakan rawa-rawa yang luas akibat air yang mengalir dari lembah G. Merapi
tertahan oleh Pegunungan Selatan. Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo
mengendapkan pasir yang berasal dari lahar. Sedangkan di selatan atau pada
bagian lekukan antarbukit di Perbukitan Jiwo merupakan endapan air tenang yang
berupa lempung hitam, suatu sedimen Merapi yang subur ini dikeringkan
(direklamasi) oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk dijadikan daerah
perkebunan. Reklamasi ini dilakukan degan cara membuat saluran-saluran yang
ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang dari arah G. Merapi akan
tertampung di sungai sedangkan daerah dataran rendahnya yang semula berupa
rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang digunakan untuk perkebunan.
Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di daerah yang dikelilingi
Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal sebagai Rawa Jombor. Rawa
yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk keperluan irigasi darah
perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo Timur.
Untuk mengalirakan air dari
rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan dari sudut Southwest rawa-rawa
menembus perbukitan batuan metamorfik di G. Pegat mengalir ke timur melewati
Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng lewat aqueduct di sebelah seatan
Jotangan menerus ke arah timur.
Daerah perbukitan yang tersusun
oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang dengan punggung yang tumpul
sehingga kenampakan punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing
perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak dijumpai
(Perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo Barat). Untuk
daerah yang tersusun oleh batuan metamorfik perbukitannya menunjukkan relief
yang lebih nyata dengan tebing-tebing yang terbiku kuat. Kuatnya hasil
penorehan tersebut menghasilkan akumulasi endapan hasil erosi di kaki
perbukitan ini yang dikenal sebagai colluvial. Puncak-puncak perbukitan
yang tersusun dari batuan metamorfik terlihat menonjol dan beberapa diantaranya
cenderung berbentuk kerucut seperti puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah
degan relief kuat ini dijumpai daerah Jiwo Timur mulai dari puncak Konang kea
rah timur hingga puncak Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul
merupakan satu-satunya tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku.
Kondisi morfologinya cukup kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang
ditunjukkan puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorfik.
2.2 Daerah Jiwo Barat
Jiwo Barat terdiri dari deretan
perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G.
Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu memiliki litologi batugamping berlapis, putih
kekuningan, kompak, tebal lapisan 20 – 40 cm. Di daerah G. Kampak batugamping
tersebut sebagian besar merupakan suatu tubuh yang massif, menunjukkan adanya
asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Di antara G. Tugu dan G. Sari
batugamping tersebut mengalami kontak langsung dengan batuan metamorfik (mica
schist).
Daerah Jiwo Barat memiliki
puncak-puncak bukit berarah utara-selatan yang diwakili oleh puncak
Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu dengan di bagian paling
utara membelok ke arah barat yaitu G. Kampak.
Batuan metamorf di daerah ini
mencakup daerah di sekitar G. Sari, G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G.
Jabalkat yang secara umum berupa sekis mika, filit, dan banyak mengandung
mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G. Kebo, dan G. Merak pada
sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit dan mikrodiorit. Zona-zona
lapukannya berupa spheroidal weathering yang banyak dijumpai di tepi jalan
desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan terobosan yang mengenai tubuh sekis
mika . singkapan yang baik dijumpai di dasar sungai-sungai kecil yang
menunjukkan kekar kolom (columnar joint).
Batuan metamorfik yang dijumpai
juga berupa filit sekis klorit, sekis talk, terdapat mieral garnet, kuarsit
serta marmer di sekitar G. Cakaran, dan G. Jabalkat. Sedangkan pada
bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan bongkah-bongkah konglomerat
kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran pada area pedesaan di
tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa konglomerat kuarsa serta
batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut ditafsirkan sebagai
batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan konglomerat dimasukkan
ke dalam Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated
hill) masing-masing di bukit Wungkal dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin
lama semakin rendah akibat penggalian penduduk untuk mengambil batu asah (batu
wungkal) yang terdapat di bukit tersebut.
2.3 Daerah Jiwo Timur
Daerah ini mencakup sebelah timur
Sungai Dengkeng yang merupakan deretan perbukitan yang terdiri dari Gunung
Konang, Gunung Pendul, Gunung Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul hingga
mencapai bagian puncak, terutama mulai dari sebelah utara Desa Dowo dijumpai
batu pasir berlapis, kadang kala terdapat £ragmen sekis mika ada di dalamnya.
Sedangkan di bagian timur Gunung Pendul tersingkap batu lempung abu-abu
berlapis, keras, mengalami deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan
tersebut masih memberikan berbagai kemungkinan karena kontak antar satuan
terkadang tertutup oleh koluvial di daerah dataran. Kepastian stratigrafis
antar satuan batuan tersebut barn dapat diyakini jika telah ada pengukuran umur
absolut. Walaupun demikian berbagai pendekatan penyelidikan serta rekontruksi
stratigrafis telah banyak dilakukan oleh para ahli.
Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai
puncak-puncak bukit berarah barat-timur yang diwakili oleh puncak-puncak
Konang, Pendul dan Temas, Gunung J okotuo dan Gunung T emas.
Gunung Konang dan Gunung Semangu
merupakan tubuh batuan sekis-mika, berfoliasi cukup baik, sedangkan Gunung Pendul
merupakan tubuh intrusi mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan batuan
metasedimen (marmer) dimana pada tempat tersebut dijumpai tanda-tanda struktur
pense saran. Sedangkan Gunung Temas merupakan tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah utara Gunung Pendul
dijumpai singkapan batu gampmg nummulites, berwarna abu-abu dan sangat kompak,
disekitar batu gamping nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis.
Penyebaran batugamping nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di
sekitar desa Padasan, dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh
puncak Jopkotuo dan Bawak.
Di bagian utara dan tenggara
Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit terisolir yang menonjol dan dataran
aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited hill) ini adalah bukit Jeto di
utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara umum tersusun oleh batu
gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di atas batuan metamorf,
sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh batu gamping Neogen.
2.4 Daerah Pegunungan selatan
Di sebelah selatan Kampus
Lapangan hingga mencapai puncak Pegunungan Baturagung, secara stratigrafis
sudah tennasuk wilayah Pegunungan Selatan. Secara struktural deretan pegunungan
tersebut, pada penampang utara-selatan, merupakan suatu pegunungan blok patahan
yang membujur barat-timur.
Untuk daerah di sekitar kampus
lapangan, litologi yang dijumpai merupakan bagian dari Fonnasi Kebo, Butak dan
Semilir. Beberapa lokasi singkapan penting penting antard lain sekitar Lanang
dan desa Tegalrejo dijumpai” batu pasir tufan dengan sisipan serpih. Di selatan
desa Banyuuripan, yaitu desa Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik dengan pola
retakan radial yang ditafsirkan sebagai produk submarine breccia. Semakin ke
selatan, sekitar desa Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat singkapan endapan kip
as aluvial. Di bagian barat daya, sekitar desa Tegalrejo, dijumpai batu pasir
berlapis dengan pelapukan mengulit bawang. Di bagian timumya terdapat batu
lempung abu-abu dengan zona kekar.
Naik ke arah puncak Baturagung,
perlapisan-Iperlapisan batuan sedimen akan dijumpai dengan baik, dapat berupa
batu pasir, batu lempung, batu pasir krikilan, batu pasir tufa maupun sisipan
breksi. Pengamtan sepanjang jalan ini sangat penting untuk melacak keaadaan
strtigrafis serta struktur geologi di daerah selatan Kampus Lapangan.
3 Kondisi Statigrafi Regional
Batuan tertua yang tersingkap di
daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf berupa filtit, sekis, batu sabak dan
marmer. Penentuan umur yang tepat untuk batuan malihan hingga saat ini masih
belum ada. Satu-satunya data tidak langsung untuk perkiraan umurnya adalah
didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam
fragmen konglomerat yang menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan
sedimen tertua yang menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu
pasir batu gamping Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan
Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di
atas batuan malihan adalah batu pasir yang tidak garnpingan sarnpai sedikit
garnpingan dan batu lempung, kemudian di atasnya tertutup oleh batu gamping
yang mengandung fosil nummulites yang melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh
batu gamping Discocyc1ina, menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan
forminifera besar ini bersarna dengan foraminifera plangtonik yang sangat
jarang ditemukan di dalam batu lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah
hingga Eisen Atas. Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi
Wungkal-Garnping. Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping
diterobos oleh batuan beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan
penyusun utam Gunung Pendul, yang terletak di bagJn timur Perbukitan Jiwo.
Diorit ini kemungkinan bertipe dike. Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi
utara Gunung Pendul) secara stratigrafi di atas batuan Eosen yang miring ke
arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi terletak di bawah batu pasir
dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan lapisan ke arah selatan.
Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh Soeria Atmadja dan kawan-kawan
(1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana hasil ini kurang lebih sesuai
dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah
merupakan leher/ neck dari gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi
magmatisme dari diorit di Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih
hati-hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah
Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan
muka air laut selama peri ode akhir oligosen. Proses erosi terse but telah
menurunkan permukaan daratan yang ada, kemudian disusul oleh periode transgresi
dan menghasilkan pengendapan batu garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di
daerah Perbukitan Jiwo tersebut mempunyai ciri litologi yang sarna dengan
Formasi Oyo yang tersingkap lenih banyak di Pegunungan Selatan (daerah
Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen
laut yang tersingkap di antara Formasi WungkalGampingan dan Formasi Oyo.
Keadaan ini sang at berbeda dengan Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini
ketebalan batuan volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil
pengendapan aliran gravitasi lainnya tersingkap dengan baik.
Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang
memisahkan daerah Perbukitan Jiwo dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif
sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan
batu gamping telah berakhir. Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi
menyebabkan daerah Perbukitan Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir
vulkanik yang berasal dari gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi
proses sedimentasi endapan aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut
dari Perbukitan Jiwo.
Keadaan stratigrafi Pegunugan
Selatan, dari tua ke muda yaitu :
Formasi Kebo, berupa batu pasir
vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur Oligosen (N2-N3), ketebalan
formasi sekitar 800 meter.
Formasi Butak, dengan ketebalan
750 meter berumur Miosen awal bagian bawah (N4), terdiri dari breksi polomik,
batu pasir dan serpih.
Formasi Semilir, berupa tufa,
lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung dan batu pasir vulkanik.
Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi Nglanggran.
Formasi Nglanggran, berupa breksi
vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi aliran.
Dari puncak Baturagung ke arah
selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi
Oyo, Formasi Wonosari dan
Formasi Kepek.